Ada Apa dengan Putihkan Bioskop

Ada apa dengan Putihkan Bioskop?

Yeiyy Alhamdulillah berkesempatan nonton gala premiere film #212thepoweroflove kemarin tanggal 1 Mei 2018.






.
.

Sejak masih menonton trailer @212movie di youtube, gw udah mewek. Melihat potongan scene peserta aksi kafilah Ciamis yang melangkahkan kaki dengan semangat sambil terkadang  menyenandungkan lagu "Al Qur'an pedoman kami..."
.
.
Atas dasar apa sejarah lautan manusia tersebut hadir?  Kecintaan terhadap Al Qur'an.
.
.
Pun ketika terlebih dahulu saya mendapati novel 212 #cintamenggerakkansegala di stand republika saat Islamic bookfair berlangsung. Halaman demi halaman membuat saya tergugu.

Siapa yang bisa membangkitkan semangat seorang pecinta yang dalam hatinya meyakini bahwa Al Qur'an dapat menjadi penolong disaat raga tidak bernyawa?
.
.
Film ini memang ditujukan untuk mendokumentasikan aksi damai 2 Desember 2016 lalu. Sebuah aksi yang langsung 'dikumpulkan' oleh Allah Ta'ala. Siapa yang bisa mengumpulkan masa di satu titik dengan bilang jutaan rupiah. Konser? Partai politik? Big no.

“… dan (Allah سبحانه و تعالى ) Dia-lah Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Anfaal [8] : 63)
.
.

Tapi, film ini bukan jenis film dokumenter  yang hanya memuat isi seputar aksi damai 212. Film ini bercerita sebuah drama keluarga dengan aksi 212 sebagai latar belakangnya.

Lalu, berkisah tentang apa film ini?

Pastinya tentang cinta, cinta mengubah dan menggerakkan segala. Cinta yang mengubah kesombongan, meluluh lantakkan ego seorang anak karena kecintaan sang Ayah yang tidak 'ditunjukkannya'. Cinta yang menggerakkan seorang hamba untuk membela kitabNya.
.
.


Adalah Rahmat seorang jurnalis yang pintar namun sombong menganggap aksi Umat Islam dalam membela kalamNya hanya ditunggangi sebuah elit politik.  Karena suatu kesalahfahaman meninggalkan rumah selama 10 tahun.  Kepulangannya ke Ciamis setelah mendapat kabar kematian sang Ibunda malah menambah kebenciannya karena ternyata sang Ayah, salah seorang kiyai di Ciamis mengajak para santrinya untuk bergabung dalam aksi damai 212.

Hati orangtua mana yang tidak merindu ketika anak yang sejak lahir didekapnya, didik agamanya,  menghilang selama 10 tahun tanpa kabar hanya karena satu kekhilafan. Yakinlah, sekeras apapun hati seorang Ayah, tetap tersimpan sepercik kerinduan yang enggan ditunjukkan nya.

Hati Kiyai mana yang tidak bersedih mendapati anaknya bukan mengikuti jejaknya malah menjadi barisan terdepan menentangNya.

Rahmat yang saat itu pulang berusaha untuk melarang ayahnya mengatakan kalau ini hanyalah propoganda politik. Nanti akan ditangkap dan berbagai alasan lainnya. Sang Kiyai dengan tegas mengatakan, "Selagi masih ada iman di dalam hati, tidak ada ketakutan selain kepada Allah Swt." .

Dalam perjalanannya menuju aksi, Rahmat dan Adin sahabatnya sepenuhnya sadar bahwa apa yang dilakukan oleh kafilah Ciamis ini benar hanya karena Allah. Hujan panas mereka lewati, sambil jalan sampah dikutipi, belum lagi masyarakat yang berebut memberikan makanan, sendal jepit sepanjang mereka lewat.
Yang terjadi kemudian adalah Adin terkagum setelah melihat Islam sebenarnya, yang langsung dilihat dari teladan yang ditunjukkan bukan sekedar omongan. Sedangkan Rahmat masih terus bersikukuh mengingkari.

Lalu apa yang terjadi? Yuuk ditonton.

Berikut beberapa cuplikan percakapan beberapa tokoh film 212 the power of love,


You Will meet this 'sengak' people di film ini. Kenapa gw bilang sengak? Karena satu, perannya di pilem ini sebagai Rahmat.  Liat aja gayanya





.
"Abah..."
"Hmm..."
"Saya lulusan Harvard."
"Terus?
"Satu-satunya lulusan Indonesia yang menang Pulitzer prize."
"Hmm..."
"Tak sekalipun Abah maupun Umi memberi ucapan selamat, tak sekalipun..."
"Lah, kamu teh nggak pernah menganggap kami ada, gimana kami mau nyelamatin, tar kalau kami datangi  terus disangkain gembel terus diusir keluar, kami kudu teriak? Kamu tuh ya, sudah jelas lupain orangtua, masih mau mendapatkan keistimewaan. Begini mutu lulusan terbaik Harvard sekaligus dapat penghargaan apalah itu? Memang itu bisa membawamu ke Surga? Kok malah membuat mu makin jauh dari Agama???"
"Sh*t"
(Salah satu adegan anak liberal dan Abah sang Kiyai dari Ciamis)
.
.
Sekali lagi. Film ini tentang cinta, cinta seorang Ayah yang terkadang tidak ditunjukkan kepada anaknya. Terkadang anak terlalu cepat berprasangka bahwa orangtuanya 'tidak menyayangi' hanya karena satu 'kasih sayang' yang dianggap keliru oleh anak.

Scene diatas mengingat kan gw dalam salah satu adegan film India Kubhi khusi Khabi ghum, scene Rahul akhirnya kembali ke rumah dan meminta maaf pada Ayahnya. Apa kata Amita bachan pada saat itu? Kau yang terlalu sombong untuk meminta maaf dan kembali menginjak rumah. Karena terkadang orangtua juga salah karena terlalu emosi.

Begitulah sering terjadi 'pertikaian' antara ayah dan anak lelakinya. Pilihannya sebenarnya hanya menurunkan ego untuk meminta maaf, sebagai anak jangan kebanyakan gengsi yang akhirnya membuat penyesalan.


Fauzi Badila cukup sukses memerankan Rahmat sebagai jurnalis liberal karekarena tampangnya yang terkesan antagonis, walau dalam beberapa scene lainnya bang Oji masih kaku. 

.
.

"Dan bagi gw, pola pikir lu yang mainstream seperti para peserta aksi itu malah membuat lu jadi makin norak. Radikalis!" Kata Rahmat berapi api. "Islam itu peace dan love, rahmatan Lil 'aalamin, yang radikal itu otak lu.

Dan gw. Tapi kalau gw beda.. gw radikalis romantis." Sahut Adin santai sambil mengusap jenggot panjangnya.
.
. "Ngomong apa lu, Din?" Sahut Rahmat gusar.
"Kenapa lu gak cerita cerita kalau lu masih punya orangtua?" Cecar Adin.
"Buat apa? Emang apa pentingnya kalau gw masih punya ortu. Lagian lu juga gak nanya."
"Gaya lu tuh kaya orang sebatang kara, sob!"
"Ohya?"
"Gak tahunya..."
"Di mata lu, model orang kaya gw pasti produk broken home, gitu?"
Adin Balas menoleh,
"Makanya, jadi orang jangan lihat kulit luarnya aja."
"Hmm, gw tahu di balik gaya slengean dan sengak lu, hati lu sedang hancur banget saat ini. Lu pasti sayang banget sama nyokap."
"Jangan mendramatisir keadaan deh Din."
"Gue serius nanya, berarti sekarang tinggal bokap kan?"
"Udah mati juga."
"Innalilahi." .
. "Lu kenapa sih belajar agama mulu, gak bosan lu?
Adin menoleh ke arah Rahmat yang bertanya to the point kepada Rayhan.
"Gue yakin lu dari lahir di pesantren, besar di pesantren, kuliah di Mesir balik lagi ke Mesir. "Masalahnya apa kang?" Tanya Raihan sopan.
"Dunia itu luas bro. Lu masih muda, bebas pergi ke mana saja. Buka mata lu, buka pikiran lu. Masa dari gede sampe orok mikirin agama Mulu."
"Kan akang tahu belajar itu tidak mengenal usia. Sampai kapan saja. Sampai mati. Apalagi belajar agama, tidak akan tuntas." Skakmat! "Ahaii, lulusan Harvard diceramahi bocah, malu gw." sambar Adin sambil ngakak.



Begitulah persahabatan sebenarnya. Tidak hanya ada dalam tawa bahagia, tetapi menemani dalam duka. Tak segan menegur dan menertawakan 'ketololan' sang sahabat. Abang jenggot ini juga bakat buat ngakak di bioskop.  Karena gaya sekaligus celetukannya kepada Rahmat.

.
.

"Maaf kang, kalau Yasna lancang menghubungi akang. Abrar adik saya yang menemukan ni telepon akang di majalah di perpustakaan kiai."

"Dia ini muslim. Saudara kita. Dia apatis sama Islam karena gak tau. Lantas apa karena itu kita berhak mengkafirkan dan menghakimi nya?"

"Kamu tau Yasna, orang-orang yang penting dalam hidup kita?"
"Orang seperti apa Kang?"
"Orang-orang yang bisa bikin kita tertawa, orang yang peduli saat kita benar membutuhkannya."



Yasna, gadis kalem lemah lembut yang berhasil buat Rahmat kicep dan salting cocok banget diperankan Kak Meyda.
.
.

Setelah memperkenalkan beberapa tokoh sentral, ijinkan gw kasi alasan utama kenapa harus nonton ini?

Salah satu alasan gw nonton 212movie karena film ini produksi seorang Helvy Tiana Rosa. Sejak debut film beliau ketika mas Gagah pergi gw menemukan suatu keunikan yaitu tidak adanya TOUCHING. Bayangkan, dalam sebuah produksi film, tidak ada sentuhan yang bukan muhrim even dalam film tersebut hubungan anak-ibu, kakak-adek, tetapi masih bisa mendapatkan chemistry.

Hal itu diperkuat ketika republika mengadakan launching novel 212 pada saat Ibf april lalu menghadirkan Bunda Helvi, penulis sekaligus produser tak ketinggalan bunda Asma Nadia. Selain bedah novel, bunda Helvi juga menceritakan sedikit filmnya. Dengan tegas beliau mengatakan, "saya hanya dosen pns, bukan dari partai politik manapun" maka film ini bebas dari kepentingan politik. Film ini hanya drama keluarga dibalut atau berlatar belakang aksi damai yang mengumpulkan jutaan Muslim berbeda kelompok dengan satu tujuan membela Al Quran.






Maka,  inti dari postingan gw di rumah gw tercinta setelah selama ini 'mati suri' ingin mengajak kalian nonton dan nonton film karya sutradara Jastisrimba yang selama ini dikenal karyanya film pendek dan dokumentasi.




Bersiaplah larut dalam haru dan tawa menyaksikan film cinta ini. Bersiaplah menangis menyelami makna cinta. Cinta kepada Al Qur'an melalui santri 'kafilah' Ciamis yang berjalan kaki menuju Monas. Cinta kepada Allah Ta'ala yang menggerakkan pedagang kecil menyatakan bahwa dagangan hari itu sudah dibeli lunas oleh Allah SWT ketika menuliskan gratis untuk peserta aksi. Tenggelam dalam keharuan hubungan seorang ayah dan anak  sekaligus tawa karena cinta seorang teman yang tidak lelah menasihati kawannya.
.
.
Jika film belum memenuhi kepuasan mu, lengkapi kisah Rahmat dengan membaca novel terbitan @republikapenerbit. (Bisa dibeli di gw wkwk jualan)





Baca, tonton @212movie jadilah bagian dari perjuangan umat untuk bangkit, bersatu untuk menjadi pemimpin peradaban Islam ke depannya. Tidak perlu berteriak mengatakan siapa kita, cukup jadi agen Muslim terbaik dengan kesantunan, biar Allah yang membuka hati saudara kita😎

#review212
#PutihkanBioskop
#reviewfilm
#212moviethepoweroflove
#212cintamenggerakkansegala



 Ps : pray  for Surabaya, pray for Jogja,  pray for Indonesia.  Islam bukan teroris. Islam adalah agama yang penuh Cinta dan kedamaian, Rahmatan lil Alamin.

Posting Komentar

0 Komentar