Masyarakat Adat, sang Heroik Utama Negeri

"Hey, apa maksudmu dengan mengatakan masyarakat adat lekat dengan image terbelakang? justru sekolah yang kau cicipi di kota sampai jenjang tertinggi itu karena dorongan masyarakat adat. Mamak bapakmu yang bekerja di ladang sampai telapak kakinya pecah-pecah."

Begitulah kira-kira seruan seorang Kak Rukka Sombolinggi, sekjend AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara) ketika ada salah satu peserta seminar zoom yang saya ikuti bersama teman-teman #ecobloggersquad bertanya terkait stereotip masyarakat umum terhadap masyarakat adat.

Sampai disini, apa yang ada di benak teman-teman ketika mendengar masyarakat adat atau dalam bahasa internasional disebut indigenous peoples?

Masyarakat Adat

Diambil dari website AMAN, Masyarakat adat adalah kelompok masyarakat yang memiliki sejarah asal-usul dan menempati wilayah adat secara turun menurun. Masyarakat Adat memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan alam, kehidupan sosial-budaya yang diatur oleh hukum adat, dan lembaga adat yang mempertahankan keberlanjutan kehidupan Masyarakat Adat sebagai komunitas adat.

Singkatnya masyarakat adat adalah pribumi. Masyarakat asli satu daerah dengan kebudayaannya yang melekat di keseharian dan hidup berdampingan dengan alam. 

Menggunakan apa yang tersedia di alam untuk kebutuhan bersama bukan eksploitasi demi kepentingan pribadi menghasilkan pundi-pundi rupiah.

Masyarakat adat tetap menebang pohon, untuk membuat rumah, memasak dengan kayu bakar, menjual kayu. 

Membakar lahan setelah panen yang nyatanya bisa menghasilkan superfood lainnya. Bukan membakar lahan hutan untuk mendirikan sebuah perkebunan yang akan merusak lingkungan. 

Masyarakat Adat dan Stereotip terhadapnya

Seringkali para masyarakat adat disebut menutup diri, anti pembangunan dan juga tidak ingin maju.

Mari kita bahas satu-satu dimulai dari tidak ingin maju.

Sebenarnya, apa yang dimaksud dengan maju dan terdidik? Bahkan sekolah yang kau cicipi sampai jenjang tinggi terjadi karena dorongan masyarakat adat. Ada tangan-tangan menjadi kasar karena kebanyakan berladang, ada telapak kaki yang pecah-pecah karena beternak. Ada kulit menghitam menangkap ikan di tengah laut.

Jika gedung-gedung tinggi di kota dianggap sebagai simbol kemajuan, sebenarnya tidak justru itu termasuk dekadensi (kemunduran) karena sebagian alam kita lenyap.

Bagaimana ada ribuan mahasiswa yang selesai dari kampus-kampus terbaik setiap tahunnya, tapi kerusakan hutan tidak terbendung lagi di Indonesia.

Streotip kedua, masyarakat adat anti pembangunan. Tidak, masyarakat adat bukanlah anti pembangunan jika memang itu adalah kebutuhan penduduk. Seperti akses jalan, jembatan, bangunan sekolah dan fasilitas kesehatan. 
Yang terjadi di Indonesia seringnya menyalahgunakan pembangunan. Merampas hak hak tanah masyarakat untuk kepentingan perusahaan pribadi lalu menukar nya dengan mendirikan sekolah. Namun keberadaan perusahaan itu bukan mensejahterakan malah merusak lingkungan.

Padahal tidak bisa disebut sebuah pembangunan jika akhirnya akan merusak lingkungan.



Terakhir mengenai menutup diri. Tidak semua masyarakat adat menutup diri. Ketika kita berwisata ke Lombok dan menyempatkan diri singgah di desa Sade untuk menemui masyarakat adat Sasak Sade, maka mereka akan menerima kedatangan kita dengan tangan terbuka.

Salah satu masyarakat adat yang menutup diri  adalah Badui dalam. Tapi, bukan kah itu sah sah saja. Ibarat kita punya rumah, kita berhak menutup rapat pintu rumah pun terserah kita ingin menerima tamu atau tidak. Betapa banyak kehidupan di kota yang ketika ingin bertemu saja harus dengan janji. Lalu mengapa kita sibuk melabeli masyarakat adat tertutup.

Peran Masyarakat Adat dalam Menjaga Lingkungan



Heroiknya, masyarakat adat yang dianggap  ketinggalan zaman banyak menopang kehidupan perkotaan dari segi air bersih, udara sehat dan berbagai hal lainnya. Setidaknya ada 4 peran penting masyarakat adat dalam menjaga lingkungan

1. Berkontribusi menyumbang oksigen ke kota kota besar

Jakarta dengan bangunannya yang semakin megah, kalau kata orang sudah terlihat seperti luar negeri. Nyatanya tidak lagi menghasilkan oksigen mengingat hutan kota yang tidak cukup dibanding jumlah penduduk. Kota besar berhutang kepada masyarakat adat di dekatnya sebagai penghasil oksigen.

2. Mengalirkan air bersih

Begitupun soal air bersih. Air minum yang biasa dikonsumsi perkotaan berasal dari dataran tinggi atau pegunungan yang masih minim polusi.

Kalau sumber air ibukota berasal dari sungai Ciliwung, kira-kira maukah masyarakat meminumnya?

3. Menyuplai makanan pokok

Berladang sering disebut simbol ketidakmajuan karena menimbulkan asap, padahal itu hanya siklus bukan perusakan Kalau ditilik lebih dalam, asap yang merusak itu muncul pertama kali di tahun 90-an karena adanya pembakaran lahan untuk ditanami sawit. Sayangnya asap itu diarahkan media sebagai kebiasaan masyarakat yang salah dalam bertani hingga terbit larangan pembakaran lahan. 

Nyatanya sepanjang tahun 2014 kabut asap para elit itulah yang melumpuhkan satu provinsi hingga menutup semua kegiatan sehari-hari. Dari sekolah, bekerja hingga penerbangan.

Sebanyak 45.951 jiwa menderita penyakit ispa, pneunomia, asma hingga iritasi kulit. Bagaimana tidak, kebakaran hutan terjadi di 137 titik ketika dipantau oleh satelit BNPB.

Dimasa pandemi lalu, ketika perkotaan sedikit lumpuh perekonomian nya, desa tetap berjalan sebagaimana mestinya. Bahkan para petani tetap bisa menghasilkan beras.

4. Menjaga alam

Dengan tetap tinggalnya masyarakat adat maka, otomatis mereka akan menjaga alam karena itulah sumber kehidupan mereka.

Tapi sayangnya, sikap heroik masyarakat adat mempertahankan wilayah nya justru seringkali diintimidasi dan dikriminalisasi. Bukan hanya mengalami kerugian ekonomi tapi juga sosial. Kehilangan tempat tinggal.


Peran Kita Sebagai Masyarakat Umum

Lalu bagaimana kita mengambil peran demi berlangsung nya masyarakat adat tanpa banyak yang dikriminalisasi.

Dari masa kolonial hingga beberapa tahun belakangan ini saja masih banyak sekali kasus-kasus kriminalisasi yang diterima oleh masyarakat adat.






Saya jadi teringat sebuah novel karya Tere Liye berjudul si anak badai yang pernah saya review disini 

Singkat ceritanya, novel itu berkisah tentang masyarakat adat yaitu Anak-anak setempat di mempertahankan desanya. Sekolah mereka akan dihancurkan oleh seorang yang katanya ingin membangun sebuah pelabuhan besar yang nantinya akan membuat nama kampung mereka dikenal.

Tapi untuk apalah semua itu jika harus mengorbankan kebutuhan dasar pendidikan anak yaitu sekolah.

Karena itu sebuah novel, tentu saja endingnya bahagia yaitu dengan dibatalkannya pembangunan tersebut. 

Lalu bagaimana masyarakat adat kita mempertahankan haknya ditengah kekuasaan elit. Banyak yang bahkan tidak bisa berbuat apapun, tidak ada daya untuk melawan dan bukan tidak mungkin malah dikriminalisasi.

Maka, tugas kita adalah terus aktif menyuarakan kebenaran, dan yang paling dekat mampu kita lakukan adalah menyebarkan kisah baik masyarakat adat.

Menolak kebijakan-kebijakan yang hanya menguntungkan suatu elit.

Terakhir jika memungkinkan kita ikut mendesak pemerintah untuk segera mengesahkan RUU masyarakat adat.







Posting Komentar

26 Komentar

  1. Jadi teringat berapa timpangnya moral masyarakat yang katanya maju dan berkembang dibanding masyarakat adat yang katanya terbelakang. Mereka yang katanya maju menjual alamnya pada asing untuk dikeruk sementara yang katanya terbelakang inilah yang bertanggungjawab dengan hati menjaga alam agar tetap lestari.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sayang ya ka caa, terkadang pola pikir maju bukannya semakin mencintai negeri

      Hapus
  2. Favorit aku banget ni buku si anak badai. Btw emang sudah seharusnya pemerintah mengesahkan RUU masyarakat adat ya, biar alam makin terjaga keseimbangannya

    BalasHapus
  3. Semoga masyarakat adat menjadi lebih berdaya ya, terlebih di era keterbukaan informasj dan teknologi seperti dewasa ini, tentunya dapat mensupport eksistensi masyarakat adat kita.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin allahumma aamiin, saling bersinergi sih kak intinya,
      Makasih udah mampir ya kak miyaa

      Hapus
  4. Wahhh.. keknya udah jadul sekali kalo masih punya fikiran bahwa masyarakat adat itu terkebelakang pemikirannya, atau menghambat pembangunan.
    Sejak bekerja setelah menamatkan perguruan tinggi, saya bbrp kali punya kerjasama dengan masyarakat adat dari beberapa provinsi, sebut saja dari aceh, sumbar, sumut, apa lagi ya...
    Semuanya sangat bersemangat untuk memajukan daerah ya.
    Jadi kalo dibilang masyarakat adat itu menghambat pembangunan dan hal negatif lainnya, salah besar de...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kadang ada yg merasa pinter tp keblinger kak, gatau kepinteran dia itu karena kegigihan mamaknya di kampung dan tentu juga pertolongan Allah Swt. Sok patenlah bahasa medannya haha. Waah ka vi kira-kira kerjasama apa tuh, keren banget 👍

      Hapus
  5. Beberapa tokoh AMAN ada yg saya kenali salah satunya kk Wina Dan rata2 kami alumni Anthropology paham betul kenapa masyarakat adat memang penjaga negri yang lekat dengan alam. Dan mereka sangat Tau bagaimana menyeimbangkan manusia dgn alam.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waaah keluar ahli antropologi, berjasa banget ya kak masyarakat adat ini,
      Kita pokoknya kudu ikut jaga alam, makasih ya ka eci pernah buat program gps, barakallah fiik

      Hapus
  6. Henny menangis baca ini kak. Alam kita dirusak oleh orang-orang yang melampaui batas. Tugas kitalah kak sebagai pendidik untuk menanamkan nilai melestarikan alam dan menjaga Bumi kepada anak-anak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bener dek, kalau kita rasakan aja berastagi yg dulu dingin skrg tidak terlalu, belum lagi cuaca yg berubah tidak sesuai bulan, itu sudah terjadi perubahan iklim karena rusaknya alam. Tugas kita mengingat kan siapa yang bisa kita ingatkan

      Hapus
  7. Aku yg gak begtu paham dengan hukum2 adat, serasa tercerahkan krn adanya tulisan mengenai masyarakat adat. Kabar yg paling terkini pas baca artikel tentang masyarakat adat yg tidak setuju dengan dirubuhkannya tugu yg depan kantor pos di lapmer itu dek. Gak tau juga kk kelanjutannya, eh kk liat udh adem ayem aja tuh para masyarakat adat terkait tidak dibangunnya kembali tugu itu. cu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga adem ayem aja kak,
      Ngeri juga kalau masyarakat adat medan ini ngajak ribut 😁

      Hapus
  8. Setuju banget kak, justru sebaliknya masyarakat adat lebih mempertimbangkan keseimbangan alam dan keberlanjutannya, maraknya pembangunan saat ini malah menyebabkan banyak bencana seperti banjir akibat tidak adanya keseimbangan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya kak alam sudah tercipta bagus oleh Tuhan dirusak oleh manusia. Perubahan iklim, bencana alam merata terjadi di berbagai wilayah Indonesia. Itupun kadang masih ga sadar untuk setidaknya tidak sembarang mbuang sampah hiks

      Hapus
  9. Saya pernah terlibat dalam diskusi dengan masyarakat adat soal penerapan aturan prokes saat pandemi, mereka sangat adabtable kok. Dimata saya bahkan mereka open minded.. kelompok usaha yang mereka jalankan relatif stabil artinya mereka masyarakat yang tak menutup diri..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nahh ini guru segala guru,
      Iya kan ka Sis terkadang masih aja ada yg melabeli mereka dengan ketinggalan zaman dan anti pembangunan, padahal kadang anti pembangunan itu yg seperti apa, misal bangunan yg tidak perlu di kampung itu eh sama elit pemerintah setempat seperti didirikan, jadi jatuhnya seprti 'buang-buang' anggaran

      Hapus
  10. Dukung sekali adanya RUU masyarakat adat ini, karena memang hutan dan seisinya lebih lekat ke mereka daripada kaum pendatang yang bisanya merusak kelestarian alam. Penting banget buat diketahui orang banyak nih (iidyanie.com)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yuk bantu tuliskan juga mengenai hal ini kak biar banyak yg melek dan turut menjaga alam seperti para masyarakat adat.

      Hapus
  11. Belum tau isi RUU masyarakat adat yang akan disahkan. Tapi saya yakin hasilnya akan mendukung keberadaan masyarakat adat sebagai penyeimbang modernisasi yang dapat menggilas keberadaan adat dan pengrusakan alam untuk industri.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya isi nya seputar bagaimana agar masyarakat adat diakui keberadaan nya, hak hak nya terjamin, mungkin belum disetujui ada elit elit yg ingin menguasai secara pribadi kak ehh 🙊

      Hapus
  12. Sebenarnya kita bersinergi dengan masyarakat adat, dengan begitu alam juga gak akan terkorbankan gegara pembangunan. Kita masyarakat kota juga penting punya pengendalian diri dalam hal perilaku konsumtif huhu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pr sih kak konsumtif ini, baik makanan, baju, buku, hikss, apalagi kalau lagi ada yg bakar uang flash sale, dahlah yg bisa tutup mata dan tahan diri harus dipertahankan, yang belum yuk bisa yukkk

      Hapus
  13. Makasih ya kk. Semakin tercerahkan tentang masyarakat adat. Pernah nonton, lupa filmnya apa. Masyarakat adat uda menjaga semuanya, tetapi kelompok kaum elit yang punya kepentingan. Merusak dan merampas segalanya. Makasih masyarakat adat uda turut menjaga lingkungan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nahh ini, kaum elit nih selalu egois pentingin diri sendiri, bagaimana caranya agar kekayaannya nambah, ga peduli alam dikeruk yg menimbulkan bahaya bagi penduduk di sekitarnya. Semoga kita tetep bisa ikut menjaga alam ya dek

      Hapus