Saat Ibu Hamil curhat dengan Jomblo


Seorang sahabat semasa di pondok kemarin bercerita, ia sedang dalam masa kehamilan muda, kira-kira 2 bulan.

Rentan, lemah tidak berdaya. Lalu ia mengatakan, "udah dua Minggu ini aku enggak sholat na." Saya kaget lalu kembali mendengarkannya.

"Bukan apa-apa, tapi emang tidak sanggup. Rasanya lemas sekali tidak bertenaga. Bagaimana itu berdosakah aku?" Lanjutnya.

"I can't answer ur question darling," jawab saya kala itu.

***

Kalau ditanya dosa apa nggak? Ya, jelas setiap manusia baligh yang meninggalkan sholat berdosa.

Sholat itu kan tiang agama, rukun Islam kedua. Setelah mendapat tiket menjadi muslim dengan syahadat, kewajiban utama adalah sholat bahkan perintahnya pun istimewa. 

Sang Rasulullah Saw langsung disuruh ke langit. Berbeda dengan perintah-perintah lain, disampaikan melalui malaikat Jibril yang turun ke bumi. Sholat juga merupakan amalan pertama dihisab.

Jadi kalau ditanya berdosakah meninggalkan sholat? Jawabannya iya.

Tapi saya jelas bukan dalam posisi dia yang lagi hamil. Kalau saya judge dia, "gile lu ndro, dosa berat lu."

Dia sakit hati dan Allah Ta'ala membalas sakit hati dia ke saya agar mengalami kejadian yang sama suatu hari nanti, kan enggak lucu.

Lalu saya teringat dengan suatu ayat yang memang sudah disebutkan Allah menunjukkan keadaan ibu hamil. Surat Lukman surat ke-31 ayat 14, saya enggak sebut ayat lengkapnya.
Silahkan buka dan baca sendiri,

Disebutkan dalam surat tersebut, wahnan ala wahnin artinya kurang lebih ya itu keadaan wanita hamil lemah yang bertambah-tambah.

Jadi jauh sebelum para ibu hamil merasakan hal itu, Allah SWT terlebih dahulu mengingatkan melalui ayat tersebut. Itulah kenapa kita tidak boleh melawan orangtua bahkan kata ahh saja sudah berdosa.

Selain itu dalam sebuah hadist, Ibu disebut 3 kali lebih dahulu daripada Ayah, karena apa? Ya karena perjuangannya itu.

Kembali ke curhatan teman, keesokan harinya saya kirim capture potongan ayat sambil mengatakan kepadanya,

"Dicoba terus aja ya darling, diusahakan sholat."

Karena apa ya, kita kan selalu berdoa meminta keturunan menjadi anak Sholih Sholihah.

Kerap ketika memberitahukan kabar gembira dengan kelahiran buah hati kita selalu meminta doa temen-temen agar menjadi anak Sholih Sholihah. Tapi kalau kitanya sendiri nggak sholat? Berasa sesuatu yang enggak sejalan enggak sih? Lucu aja kalau misal kita minta anak kita Sholih tapi kitanya enggak memulai.

Sama halnya sikap seorang Ayah, ketika anak beranjak remaja menasihati anak agar tidak merokok. Akan tetapi si bapak tetap aja menghisap batangan kanker itu, iyuuh.

Seseorang nggak mau anaknya melakukan suatu hal, tapi dia melakukannya.

Ya, memang iman tidak diwarisi dari ayah yang bertaqwa, tapi hidup itu tentang melihat, mencontoh. Apa yang anak anak lihat di rumah, itulah yang akan menjadi dasar kepribadian nya kelak.

Tua banget enggak sih ngomongin ini? Hehe. Tapi serius, muka saya emang diary banget kali ya? teman-teman tuh enggak pernah liat topik, segala apa diceritain ke saya.

Gapapa sih, saya mah tong sampah yang kerap menampung segala resah keluh kesah, apa aja deh yang penting jangan dipendam ya girls. Jangan ngerasa sendirian di dunia ini. Allah SWT selalu bersama kita. 

Saya lanjutin dikit ya,

Godaan setan enggak berhenti selama hamil aja loh, nanti pun setelah bayi lahir, lebih banyak alasan.

Saya teringat beberapa tahun lalu sebelum Buya sakit dan kakak pertama baru lahiran. Keluar rumah sakit masih balik ke rumah Buya bukan ke rumahnya sendiri

Nah saat itu kita ngumpul di kamar, udah jam lima lewat gitu dan saya baru selesai sholat ashar. Buya yang baru pulang dari kantor ngeliat saya baru sholat berdecak, sekalian lah nanyain kakak udah pada ashar belom.

"Iya Buya bentar lagi, nanggung nih sekalian mau mandi. Uda pada kena pipis baju nih, udah najis."

Saat itu saya ingat sekali nasihat Buya,
"Jangan terbuai, anak istri itu adalah perhiasan"

Artinya anak dan istri bisa menjadi ujian dalam hidup.

Jangan karena anak, melalaikan kewajibanmu terhadap yang sudah menitipkanmu anak.

Hidup itu kudu seimbang. Duniawinya iya. Ukhrawi harus. Bahagia di dunia, di akhirat masuk surga.

Posting Komentar

0 Komentar