Nutrient Dense Food, Caraku Menyayangi Alam

Menjadi seorang ibu seperti terlahir kembali menjadi seorang manusia. Kehadiran malaikat kecil itu kerap kali membuat kita belajar dan darinya pula kita banyak belajar, salah satunya adalah persoalan MPASI.

Sejak anakku berusia newborn yang kerjaannya hanya tidur, nen, pup, dan repeat, aku rajin membaca informasi mengenai MPASI. Bukan sekedar resep tapi apa sih MPASI, apa saja bahannya, apakah keju, evo harus ada, bagaimana membuatnya, peralatan nya seperti apa? Scroll sosmed sampai akhirnya aku menemukan beberapa akun yang aku setujui bahwa MPASI itu bisa dimulai dari bahan alami, dari makanan masakan keluarga. 

Melihat ponakan-ponakanku yang lebih suka sosis, nugget daripada misal masakan asli Indonesia seperti pepes ikan atau  gulai ayam atau apapun olahan masakan Indonesia. Aku tidak ingin anakku seperti itu. Apalagi santan adalah lemak alami yang bagus untuk lemak si kecil. 

Lalu aku teringat kira-kira lebih sepuluh tahun lalu, saat keponakanku mulai MPASI, kakakku lebih memilih memberikan bubur instan. Sepertinya hal itulah yang menjadi pemicu bahwa anaknya lebih suka masakan instan, cepat saji sekarang ini. Maka, aku bertekad agar selalu memasak bubur homemade. Tanpa mengecilkan masakan instan, pernah sekali dua kali saat traveling aku menggunakan bubur instan.




Disamping itu, aku sendiri dari kecil juga penyuka jajanan, mecin, seperti Chiki dan makanan upf (ultra proses food) lainnya.

Sejak menikah dengan suami, yang aku baru ngeh ternyata suamiku itu adalah tipe makanan rumahan banget. Ketika jadwal belanja bulanan kami, aku selalu menyelipkan jajanan mecin, Saat itu walau belum memiliki anak dia mulai menasihati ku pelan-pelan untuk tidak lagi mengkonsumsi makanan tersebut. Awalnya aku menolak dengan tetap membeli. 

Nah begitu hamil tiba dan tahu itu tidak sehat akhirnya aku putuskan untuk tidak menyetok. Jika kita menyetok maka akan kita makan. Belajar tutup mata saat belanja adalah kunci, xixi. Ditambah setelah lahiran dan mulai belajar MPASI semakin berkuranglah makanan itu aku konsumsi dan bertekad anakku juga tidak makan makanan upf nantinya.




Alhamdulillah sekarang dengan usianya menginjak 2 tahun 7 bulan. Anakku bisa makan gulai-gulaian ayam, pepes ikan, tahu, makan pake tempe dan kuah kacang alias pecal. Dan yang paling membahagiakan anakku tidak terlalu mengerti jajan di warung. 

Walau sesekali ada keluarga yang memberikan, yasudah terlanjur. Tapi aku puas, setidaknya saat Abang Abang sepupu nya makan, dan aku bilang tidak boleh maka ia akan menurut. Walau tak jarang aku melarang ponakanku untuk memakan di depan anak. Dan aku sendiri jika sedang ingin makan sesekali, juga sembunyi-sembunyi 🤭

Nah cukup membahas masalah per-MPASI-an. Kemarin dalam diskusi bersama #ecobloggersquad aku menemukan fakta bahwa kembali mengkonsumsi makanan alami bisa membantu menjaga lingkungan dan mencegah perubahan iklim.

Sudah menjadi masalah kita semua, suhu bumi yang sudah begitu panas, es di kutub yang sudah mulai mencair. Musim yang terkadang tidak lagi pada tempatnya. Indonesia misalkan, cuaca yang tidak menentu dari panas tiba-tiba jadi hujan. 

Semua itu tentu tidak terjadi begitu saja. Ada hutan yang digunduli untuk kepentingan sebuah pabrik. Ada begitu banyak produksi makanan yang menghasilkan karbon dan ketika terjadi food waste dan food loose tentu saja semakin menambah masalah dengan limbah sampahnya. Semua hal itulah yang menyebabkan suhu bumi semakin lama semakin panas dan terjadinya perubahan iklim.

Dalam artikel ini, izinkan aku sharing bagaimana makanan bisa menyebabkan lingkungan rusak dan bagaimana kita mengatasinya.

Mengenal Eathink Movement

Yaitu sebuah organisasi yang konsen terhadap isu ketahanan pangan. Bagaimana kita sebagai konsumen makanan untuk menjadi berkelanjutan. Kerap membagikan informasi melalui konten digital dan menyediakan program pembelajaran serta produk yang relevan untuk membantu kebiasaan konsumsi makanan sehat dan berkelanjutan. Artinya  bagaimana meminimalisir makanan ultra proses food yang selain banyak sekali proses di dalam produksinya sehingga kurang sehat. 

Pangan Berkelanjutan 

Pangan berkelanjutan atau yang sering disebut dengan food sustainability adalah bagaimana proses produksi olahan bahan pangan itu tetap lanjut, tidak merusak lingkungan dan tetap ada hingga anak cucu nanti.

Ada 3 isu yang menjadi pr bersama mengatasi ketahanan pangan :



1. Sustainable Agriculture

Ini berhubungan dengan agrikultural kita yang harus berkelanjutan. Bagaimana agar lahan kita tidak semakin dimusnahkan dengan berbagai pendirian bangunan misal pabrik dan lainnya. Begitupun soal emisi karbon yang membuat lahan kita gagal panen atau beracun. Kondisi iklim yang berubah tentu berpengaruh menjadikan lahan pertanian kita tidak subur atau tumbuh sesuai waktunya.

2. Nutritional Challenge

Tantangan nutrisi tentu menjadi penting dalam ketahanan pangan. Bagaimana kita memilih nutrisi yang tepat untuk tubuh kita.

Bagaimanapun kembali ke makanan alami adalah solusi. Ingatkah kita para orangtua dahulu yang tidak banyak mengkonsumsi upf jarang penyakitan dan lebih berusia panjang serta produktif. Dibandingkan zaman sekarang, menginjak usia 30 sudah mulai penyakit tua datang, dimulai dari badan yang mudah pegal, penyakit stroke, diabetes, jantung menghampiri. 

Isu penting lainnya bagaimana kita tidak terpengaruh dengan iklan di tv. Menyedihkan ketika para keluarga atau anak nelayan yang harusnya dapat mengkonsumsi ikan segar sebagai sumber protein. Malah menjual semua sumber protein tersebut dan menggantikannya dengan bubur instan ataupun susu formula.

Padahal dengan makanan lokal gizi bisa terpenuhi. Hanya karena iklan berlebihan yang dengan konsumsi makanan/minuman anak menjadi pintar lantas beralih sehingga kemudian masalah baru lahir yaitu mal nutrisi.

Faktanya di Indonesia masalah stunting sangat menghantui. Begitupun soal penyakit diabetes yang sudah bisa menyerang anak-anak. Melihat hal ini sudah sewajarnya bagi kita para orangtua muda untuk memperhatikan hal apa yang dikonsumsi anak kita. Jangan sampai hanya enak di lidah tapi tidak memberikan nutrisi apapun untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan anak.


3. Food Loose dan Food waste

Sangat disayangkan persoalan food loose dan food waste ini terjadi di negeri kita, bahkan menjadi salah satu negara dengan limbah makanan nomor satu di dunia setelah US dan Arab Saudi.

Jika food waste terjadi karena ketamakan dan kurangnya kita menghargai makanan sehingga menghasilkan limbah makanan.

Food loose sendiri terjadi sebelum ia sempat dikonsumsi. Dikutip dari website envihsa fkm UI, Food loose adalah makanan yang mengalami penurunan kualitas yang disebabkan oleh berbagai faktor seperti tahap produksi, pasca panen, pemrosesan hingga distribusi dalam rantai pasokan makanan sebelum menjadi produk akhir.

Kembali berbicara food waste, jika kita sering melihat beberapa akun Instagram yang berkecimpung dalam masalah sosial, maka kita akan menemukan sebagian penduduk terutama usia tua hidup di bawah garis kemiskinan bahkan hanya untuk makan sehari-hari saja tidak cukup. Ironisnya, sisi hitam negara ini juga dikenal dikenal sebagai pembuang atau penyisa makanan. 

Padahal dalam Islam sendiri sikap tersebut disebut mubazir dan tidak disukai Allah SWT. Namun masih sering terjadi, terutama ketika ada kondangan makan prasmanan, kadang rasanya kesal sendiri jika tidak sengaja terlihat. Seharusnya kita paham diri kita untuk mengambil secukupnya bukan sebanyak mungkin sementang lagi makan gratis. Belum lagi sampah makanan limbah rumah tangga dan resto-resto yang ada.

Dampak Limbah Makanan terhadap Emisi Gas Kaca

Terlihat sepele, limbah makanan ternyata sangat bisa mempengaruhi emisi gas kaca yang menyebabkan perubahan iklim. Dilansir dari website USDA(dot)gov, bahwa Produksi, pengolahan transportasi dalam pengolahan makanan menghasilkan emisi karbon yang siginifikan. Dan ketika ternyata semua produksi makanan tersebut lebih banyak menghasilkan sampah (terbuang) maka semua input yang digunakan dalam pembuatannya ikut terbuang percuma sehingga menghasilkan metana, gas rumah kaca yang lebih kuat.



Dan ironisnya sepertiga sumber emisi karbon dihasilkan oleh produksi makanan. Lama-kelamaan makanan saja bisa sangat mempengaruhi perubahan iklim di bumi tercinta ini.

Apa yang Harus Kita Lakukan untuk Keberlanjutan Pangan? 

Setidaknya ada empat hal yang bisa kita lakukan untuk menjaga lingkungan sekaligus keberlanjutan pangan.

1. Memulai atau kembali ke makanan lokal yang sehat dan alami ramah lingkungan

Seperti yang aku bahas di awal artikel, kembali ke makanan lokal yang ramah lingkungan jauh lebih sehat. Mengurangi makan nasi dan mengganti dengan ubi, kentang jagung. Lebih banyak mengkonsumsi protein yang tersedia di alam kita. Mengkonsumsi sayur dan buah yang juga banyak tumbuh di alam subur Indonesia. Dengan makan 4 sehat yang dianjurkan pemerintah nasi, kentang, ubi untuk memenuhi karbo, ikan, ayam untuk protein, sayur dan juga buah untuk kebutuhan vitamin tubuh.

Lokal dan alami itu seperti apa sih? Lebih memilih makan sayur rebusan atau bahkan mentah dengan bumbu kacang atau biasa kita sebut pecal, gado-gado dibandingkan makan sayur dengan saus mayonaise yang lagi-lagi kita beli dalam bentuk kemasan atau upf. Jelas gado-gado lebih murah. Terkadang mendengar organik sama dengan mahal, padahal tidak. Memakan buah lokal seperti jeruk, pepaya, nenas dibanding buah import yang sering kita bilang buah mahal.



2. Memperhatikan label makanan 

Kalau kita masih harus mengkonsumsi upf ultra proses food, maka kita harus lebih memperhatikan label makanan. Misal kalau ada pilihan organik lebih memilih itu. Jangan lupakan bahan tambahan seperti gula dan garam berlebih yang menyebabkan penyakit lebih cepat muncul di usia lebih muda. Lebih baik mencegah daripada mengobati penyakit akibat konsumsi gula berlebih.

3. Mencegah food waste

Kalau diatas sudah dibahas apa itu food waste disini akan kita bahas cara mencegahnya.

Pertama, dimulai dari diri sendiri dan keluarga, yuk, biasakan masak dan makan secukupnya.
Mulai membuat rencana masak misal menu mingguan. Sebelum belanja sudah dibuat menu apa saja selama seminggu hingga kita hanya membelanjakan bahan masakan yang akan kita olah  saja. Food preparation sehingga tidak melenceng dari yang sudah direncanakan.
Ketika berbelanja membuat list sehingga tidak membeli apa yang tidak penting.

Kedua, ketika makan di restoran biasakan untuk hanya memesan secukupnya. Jangan sampai membuang makanan. Memang kita sudah membayar, terserah kita ingin menghabiskan atau tidak. Jangan lagi berpikiran seperti ini. Sampah kita tanggungjawab kita untuk menjaga bumi tercinta. 

Kemarin dalam sebuah acara seminar dua hari yang aku ikutin, salut dengan panitia setiap jam makan siang selalu diingatkan untuk ambil secukupnya jangan sampai ada sisa selain tulang ayam atau ikan. Alhamdulillah entah manusia nya yang sudah sadar dan panitia yang tidak bosan mengingatkan, hampir di setiap piring peserta tidak ada yang menyisakan makanan. 

Semoga semakin hari semakin baik kesadaran kita akan hal ini, karena yang namanya limbah makanan tetap menjadi limbah yang berpotensi merusak lingkungan.

4. Waktunya Mengganti Narasi 

Mengganti narasi sama halnya open mind. Seperti makanan barat tidak lebih baik daripada makanan negeri kita. Dengan kita tinggal di Indonesia, negeri yang sebagian besarnya lautan, maka ikan gembung tentu lebih murah dan bergizi dibanding ikan salmon. Makan pecel lebih baik dibanding salad. 

#UntukmuBumiku #TeamUpForImpact #MudaMudiBumi #BersamaBergerakBerdaya


Makanan lokal dengan Nutrisi tinggi, Caraku Menjaga Alam

Pada akhirnya mencintai negeri ini adalah salah satu cara kita menjaga bumi tercinta. Kembali ke makanan lokal dan alami adalah caraku menjaga lingkungan dari perubahan iklim yang semakin hari semakin memburuk.

Dengan mengkonsumsi makanan rumahan kita ikut mencontohkan kepada anak yang merupakan generasi muda masa depan bahwa makan di rumah lebih baik daripada nongkrong di resto cepat saji, selain itu juga mengajarkan mereka untuk lebih berhemat. Ingat satu hal bahwa kita sebagai konsumen tentu sangat mempengaruhi produksi. 

Jika kita bijak dalam memilih makanan, maka sebagian produksi makanan yang sebenarnya hanya akan menjadi food loose akan dengan sendirinya terhenti. Layaknya ilmu ekonomi produksi berbanding lurus dengan permintaan Konsumen.

Makanan lokal bernutrisi tinggi itu jika terus kita konsumsi, maka kita akan mengurangi sampah plastik dibanding mengkonsumsi makanan Upf. Sekaligus sampah makanan organik nantinya tetap kembali ke alam atau bisa kita jadikan eco enzyme, pupuk kompos dan berbagai hal lainnya.

Bagaimana denganmu?

“Yuk share mimpi kamu terhadap penanganan isu perubahan iklim dan perlindungan hutan!"



Posting Komentar

12 Komentar

  1. Makanan lokal sebenarnya amat sangat dirindukan oleh generasi kita ya na..
    Kadang tukang pecal begitu menggugah selera karena gak setiap hari kita bisa mengolah makanan begitu.
    Kalo dihitung gizinya memang lebih lengkap pecal dibanding dengan salad. Tanpa bahan kimia pula seperti thousand island di salad. Ya kan..

    Menjaga bumi ternyata bisa dimulai dari langkah kecil kita memilih makanan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya kak ternyata sehat itu ga mesti mahal, terbukti kan dari zaman mamak nenek buyut kita dulu usia panjang karena makan makanan lokal, ga kaya kita skrg yg makan serba instan dan viral 🙈

      Hapus
  2. Saya dan suami dibesarkan dari makanan rumahan. Akhirnya di rumah saya pun menerapkan hal yang sama. Saat ini si sulung (cowok) sudah tinggal terpisah untuk kuliah. Dalam sehari selain makan siang yang banyakan dibeli, dia masak sendiri karena merasa lebih sehat dan hemat. Setuju jika salah satu cara kita menjaga bumi tercinta adalah dengan kembali ke makanan lokal dan alami

    BalasHapus
    Balasan
    1. Harus dimulai dari rumah ya Bun, jadi si Abang udah bisa masak sendiri pas kuliah. Ortuku dulu pagi siang makan makanan rumahan ntah kenapa seringnya malam bebelian, akhirnya aku kebawa ga bisa masak, pas kuliah akhirnya belajar masak karena di kosan pada buat piket masak. Nah skrg sejak ada anak aku bertekad lebih baik banyak masak masakan rumahan biar anakku nantinya terbiasa

      Hapus
  3. Nah itu dia ... banyak dari kita yang termakan isu bahwa ikan salmon merupakan yang terbaik padahal kita punya ikan lokal yang tak kalah bergizinya ya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbakk kadang asal ngikut selebgram yg emang mungkin dia cuma ke supermarket dan liatnya salmon doang. Lokal pasti lebih baik karena negeri kita kaya akan hasil laut

      Hapus
  4. Dulu anak-anak kami pun ga ngerti jajanan warung.
    Saya masak sendiri MPASInya. Lebih sering dikasi buah.
    Tapi sekarang, ih, terkontaminasi sepupunya yang suka jajan, belum mertua, dan tantenya sering ngajakin dan kasi jajanan.
    Pernah mengunjungi mertua dan stay di situ hampir 2 bulan, dan pernah tinggal di rumah ibuku) Ambyar semua haizzzzzz

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pr kali ya kan kak, samalah jadi Tante dan neneknya sekutu anak-anak. Kita ga kasih ehh sama neneknya dikasih huft

      Hapus
  5. Memasak di rumah bisa meminimalisir pengeluaran sampah. Dibanding beli makanan diluar sampah plastik yang dihasilkan bisa bejibun

    BalasHapus
  6. Memasak di rumah bisa meminimalisir pengeluaran sampah. Dibanding beli makanan diluar sampah plastik yang dihasilkan bisa bejibun

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benerrr kak, semangat mengolah dapur pribadi dibanding jajanjajan kekinian yg tidak begitu sehat pasti menyampah juga huhu

      Hapus
  7. Memang susah ketika kita menerapkan pola makan yang lebih seat, tapi lingkungan kurang mendukung. Aku juga gitu ke anakku, ada makanan yang tidak boleh di konsumsi, walau dikasih sodaranya tetap gak boleh.

    BalasHapus